Orang zaman dahulu, ternyata sudah mengenal banyak
tanaman untuk mengobati penyakit pada gigi. Entah
bagaimana caranya, apakahberawal dari sekedar coba-coba saja atau insting dan
lain-lain, yang jelas cara tradisional
ini banyak menunjukkan efektifitas dalam perawatan dan pengobatan gigi.
Kita
ambil contoh saja nginang, nenek moyang kita yang dahulumenjadikan hal tersebut
kebiasaan, katanya dengan nginang ini gigi kita akan tambah awet alias gak
gampang rusak, apakah betul?sekarang coba kita lihat pengkajiannya dalam sisi
ilmiah uraianya yaitu sebagai berikut:
Seperti yang telah kita ketahui, gigi
berlubang adalah masalah utama pada gigi. Namun, masih banyak yang belum
mengetahui bahwa lubang pada gigi umumnya terjadi karena adanya penularan
bakteri Steptococcus. Streptococcus biasanya ditemukan pada rongga gigi
manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondisif kondusif menyebabkan
karies untuk email gigi. Bakteri Streptococcus ini bertahan hidup dari
suatu kelompok karbohidrat berbeda. Gula pada senyawa karbohidrat ini akan
dimanfaatkan bakteri sebagai sumber energinya dan menghasilkan asam sebagai
hasil sampingan dari metabolismenya. Selain itu, sisa makanan di rongga mulut
yang mengalami fermentasi akan menghasilkan asam sehingga keasaman rongga mulut
meningkat. Asam fermentasi bisa melarutkan mineral email gigi sehingga bakteri
akan semakin mudah merusak gigi semakin dalam. Asam yang berada di mulut akan
mengikis email, sehingga menghasilkan permukaan email yang buram dan kasar.
Selanjutnya permukaan email yang kasar akan menjadi tempat berkembang biaknya
bakteri yang bersifat kariogenik (penyebab karies), salah satunya streptococcus.
Bakteri Streptococcus
Gigi sehat dan
kuat dimiliki oleh orang tua yang memiliki kebiasaan nginang, terjadi karena
kandungan daun sirih dalam racikan nginang-nya itu. Daun sirih memiliki
kemampuan sebagai antiseptic, antioksidan, dan fungisida. Menurut Hariana
didalam bukunya yang berjudul Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, daun sirih
mengandung minyak atsiri sampai 4,2%, senyawa fenil propanoid dan tannin.
Senyawa-senyawa ini bersifat antimikroba dan antijamur yang kuat dan dapat
menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri diantaranya Escherichia coli,
Salmonella sp, Staphylococcus, dan dapat mematikan Candida albicans.
Berdasarkan hasil
uji fitokimia daun sirih, menunjukan adanya golongan senyawa glikosida,
steroid/ triterpenoid, flavonoid, tanin, dan antrakinon didalam duan sirih.
Adanya kandungan senyawa senyawa triterpenoid, flavonoid, dan tanin menunjukan
bahwa tumbuhan sirih mempunyai Aktivitas sebagai antimikroba, yang mampu
melawan beberapa bakteri gram positif dan negative. Senyawa tanin dan flavonoid
mempunyai aktivitas antibakteri untuk melawan Staphylococcus aureus,
Eschericia coli dan jamur Candida albicans. Adapun ketiga bakteri
tersebut merupakan bakteri penyebab berbagai penyakit pada gigi dan gusi serta
menimbulkan bau yang tidak sedap di mulut. Ini didukung oleh Ditjen POM
(1980) yang menyebutkan bahwa pada daun sirih dijumpai senyawa flavonoid dan
tanin yang bersifat anti mikroba dan senyawa kavikol yang memiliki daya
membunuh bakteri lima kali lebih kuat dari fenol biasa. Berarti daun sirih
mampu menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh ketiga bakteri tersebut.
Bakteri Eschericia
coli
Jamur Candida
albicans
Menurut Pelczar
dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Mikrobiologi, Staphylococcus
merupakan bakteri gram positif yang terdapat pada sel kulit mati, hidung,
mulut, dan luka. Eschericia coli merupakan bakteri gram negative yang
terdapat dalam saluran cerna sebagai flora normal. Sedangkan Candida
albicans adalah jamur yang terdapat di dalam mulut, usus duabelas jari,
usus halus, dan usus besar.
Sekarang sudah
tahu kan, mengapa kebiasaan nginang membuat gigi menjadi sehat. Dalam
mengkonsumsi daun sirih tidak harus dengan cara tradisional seperti nginang.
Namun dalam
penelitian lebih lanjut nginang juga menyebabkan beberapa efek negatif,
uaraianya adalah sebagai berikut:
Saat nginang,
tembakau tidak digunakan sendirian melainkan ada campurannya. Di antaranya
adalah endapan kapur (Jawa: njet), buah pinang, daun gambir dan tidak
lupa daun sirih.
Masyarakat meyakini, tradisi ini memberikan manfaat bagi kesehatan gigi dan
mulut. Meski belum banyak penelitian tentang dugaan tersebut, kebanyakan penginang
memang memiliki mulut yang sehat serta gigi yang kuat meski berwarna agak
kekuningan.
Anggapan ini mungkin ada benarnya, sebab beberapa campurannya yakni gambir
serta daun sirih dikenal sebagai antiseptik. Senyawa fitokimia yang terkandung
di dalamnya dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman penyebab sakit gigi dan bau
mulut.
Selain itu nginang juga menggunakan endapan kapur sebagai campuran. Endapan
yang telah membentuk pasta ini mengandung kalsium, yang diyakini punya manfaat
bagi kesehatan gigi dan tulang.
Sampai di sini, manfaat nginang belum terbantahkan. Namun masih ada
satu komponen lagi yang pastinya kontroversial, yakni tembakau. Jika tembakau
dikatakan berbahaya ketika dalam bentuk rokok, apakah hal yang sama berlaku
juga dalam nginang?
Seperti dilansir dari ncbi.nlm.nih.gov, Senin (31/5/2010) sebuah penelitian
pernah dilakukan oleh National Board of Health and Welfare (1997)
untuk melihat hal itu. Ternyata pada smokeless tobacco (produk
tembakau non-rokok) termasuk nginang, dijumpai risiko kesehatan yang
sama dengan merokok meski sedikit lebih kecil.
Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah pada smokeless tobacco
meningkat 2 kali lipat dibandingkan ketika tidak mengonsumsi tembakau.
Sedangkan pada rokok, risiko terebut menginkat 3 kali lipat.
Selain itu, smokeless tobacco dapat meningkatkan tekanan darah
sehingga memperbesar risiko hipertensi. Hal yang sama juga terjadi pada rokok.
Karena dampak negatifnya lebih kecil, dalam hal ini nginang bisa
dikatakan lebih aman dibandingkan rokok. Apalagi dampak tersebut hanya dialami
oleh yang bersangkutan, tidak seperti rokok yang mengenal istilah perokok
pasif.
Jika dari sisi kesehatan dampak negatif nginang sudah ditemukan,
dampak negatif dari sisi lingkungan sebenarnya juga ada.
Salah satu komponen dalam nginang adalah pinang, yang mengandung
alkaloid bernama arecoline. Senyawa ini akan memberi warna yang khas pada air
liur saat nginang, yakni merah terang.
Kebiasaan buruk di desa-desa adalah meludah sembarangan. Dengan warna air liur
yang semacam itu, kebiasaan itu tentu saja akan meninggalkan noda berupa bercak
merah di mana-mana.
Sebenarnya masyarakat di Indonesia seperti di Jawa mempunyai wadah khusus untuk
meludah, berupa kaleng kecil yang disebut tempolong. Masalah
lingkungan akan teratasi jika saja semua orang yang nginang punya
wadah semacam ini.
Nah teman-teman
kalau ingin tetap mempunyanyai gigi sehat dengan cara alami seperti nginang
tapi takut dengan efek sampingnya. Jangan bingung lebih baik kita ambil sisi
positifnya saja kita tetap menggunakan daun sirih tapi tidak dicampur dengan
tembakau,pinang,kapur, atau bahan campuran lain, melainkan dengan cara merebus
daun tersebut dan menggunakannya untuk berkumur, nah kalau begitu kan jadi
lebih simple dan aman:) :) J
Gambar untuk daun sirih
Masyarakat meyakini, tradisi ini memberikan manfaat bagi kesehatan gigi dan mulut. Meski belum banyak penelitian tentang dugaan tersebut, kebanyakan penginang memang memiliki mulut yang sehat serta gigi yang kuat meski berwarna agak kekuningan.
Anggapan ini mungkin ada benarnya, sebab beberapa campurannya yakni gambir serta daun sirih dikenal sebagai antiseptik. Senyawa fitokimia yang terkandung di dalamnya dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman penyebab sakit gigi dan bau mulut.
Selain itu nginang juga menggunakan endapan kapur sebagai campuran. Endapan yang telah membentuk pasta ini mengandung kalsium, yang diyakini punya manfaat bagi kesehatan gigi dan tulang.
Sampai di sini, manfaat nginang belum terbantahkan. Namun masih ada satu komponen lagi yang pastinya kontroversial, yakni tembakau. Jika tembakau dikatakan berbahaya ketika dalam bentuk rokok, apakah hal yang sama berlaku juga dalam nginang?
Seperti dilansir dari ncbi.nlm.nih.gov, Senin (31/5/2010) sebuah penelitian pernah dilakukan oleh National Board of Health and Welfare (1997) untuk melihat hal itu. Ternyata pada smokeless tobacco (produk tembakau non-rokok) termasuk nginang, dijumpai risiko kesehatan yang sama dengan merokok meski sedikit lebih kecil.
Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah pada smokeless tobacco meningkat 2 kali lipat dibandingkan ketika tidak mengonsumsi tembakau. Sedangkan pada rokok, risiko terebut menginkat 3 kali lipat.
Selain itu, smokeless tobacco dapat meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar risiko hipertensi. Hal yang sama juga terjadi pada rokok.
Karena dampak negatifnya lebih kecil, dalam hal ini nginang bisa dikatakan lebih aman dibandingkan rokok. Apalagi dampak tersebut hanya dialami oleh yang bersangkutan, tidak seperti rokok yang mengenal istilah perokok pasif.
Jika dari sisi kesehatan dampak negatif nginang sudah ditemukan, dampak negatif dari sisi lingkungan sebenarnya juga ada.
Salah satu komponen dalam nginang adalah pinang, yang mengandung alkaloid bernama arecoline. Senyawa ini akan memberi warna yang khas pada air liur saat nginang, yakni merah terang.
Kebiasaan buruk di desa-desa adalah meludah sembarangan. Dengan warna air liur yang semacam itu, kebiasaan itu tentu saja akan meninggalkan noda berupa bercak merah di mana-mana.
Sebenarnya masyarakat di Indonesia seperti di Jawa mempunyai wadah khusus untuk meludah, berupa kaleng kecil yang disebut tempolong. Masalah lingkungan akan teratasi jika saja semua orang yang nginang punya wadah semacam ini.
0 komentar:
Posting Komentar
SEMOGA BERMAFAAT